10 permasalahan di desa dan solusinya

UpayaPenyelesaian Permasalahan Sosial Budaya di Indonesia. Permasalahan sosial budaya sangat perlu untuk diselsaikan guna mencegah masalah menjadi semakin lebih parah. Adjarian, Indonesia adalah negara dengan banyak sekali keberagaman di dalamnya. Keberagamannya pun bermacam-macam, mulai dari sosial hingga budaya yang rumahtangga usaha pertanian subsektor hortikultura di Indonesia sebesar 10.602.147 rumah tangga. Dengan merujuk pertumbuhan populasi di masa yang akan datang sebesar 1,13% tiap tahunnya (Data Proyeksi penduduk 2000 – 2025, BPS) Permasalahan Dan Tantangan Pembangunan Hortikultura / Rencana Strategis Direktorat Jenderal Hortikultura 2015 Desadan sekolah sangat perlu mendirikan Bank Sampah. Di beberapa desa sebenarnya Bank Sampah sudah ada, dikelola Pemdes atau Kelompok Tani Wanita [KTW]. Tahun 2014 KTW Putri Tani Dukuh Mantup Desa Drajat Kecamatan Baureno, sudah mempunyai Bank Sampah. Kebetulan saat itu penulis bertugas di desa tersebut sebagai Penyuluh fungsiDinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten sehingga melalui program dan kegiatan yang dilaksanakan diharapkan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi. Isu-isu strategis yang dihadapi oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Bandung di antaranya : 1. Rendahnya kemandirian desa dalam melaksanakan otonomi pemerintahan Jikaoleh karena introdusir UU Desa 2014 tersebut mampu menumbuhkan harapan baru bagi masyarakat pada saat masyarakat mengalami “inkonsistensi dan inkoherensi” nilai, maka substansi-substansi UU Desa 2014 tentu akan mendorong perubahan sosial yang mendasar di desa, dan bahkan tidak mungkin akan menjadi budaya baru tentang desa di Lagu Tak Ingin Usai Lirik. fasilitas tidak barang2 kebutuhancara mengatasinya melaksanakan program transmigrasi,menciptakan lapangan kerja,tidAK membuang sampah sembarangan,dan lain2. Permasalahan di desa adalah sulitnya mendapatkan sarana,dan prasarana umum karena letaknya yang cukup jauh. cara mengatasinya memperbaiki insfrastruktur yang ada sehingga memudahkan dalam pencapainnya. permasalahan di kota adalah kemacetan serta polusi udara yang kian memburuk. cara memperbaikinya membatasi kepemilikan kendaraan pribadi, dan menambah ruang terbuka hijau. 5 Masalah utama dan mendasar yang dihadapi oleh desa dengan pemerintahannya dapat diidentifikasi sebagai berikut Kedudukan desa dalam sistem pemerintahan Indonesia sampai saat ini masih bersifat ambivalen, yakni sebagai kesatuan masyarakat yang memiliki otonomi tradisional tetapi lebih banyak menjalankan urusan-urusan pemerintahan yang datang dari pemerintahan supradesa. Kedudukan organisasi pemerintah desa juga bersifat ambivalen seiring ambivalensi kedudukan kesatuan masyaarakat hukumnya. Sumber keuangan desa bersifat tradisional sehingga tidak memberikan kepastian untuk dapat digunakan untuk menggerakkan roda organisasi. Desa tidak memiliki kewenangan memungut pajak dan retribusi atas namanya sendiri. Pungutan pajak dan retribusi yang ada saat ini atas nama pemerintah supradesa misalnya Pajak Bumi dan Bangunan sebagai pajak pemerintah pusat. Sumber keuangan desa berasal dari sumber-sumber tradisional seperti iuran warga desa, tetapi yang terbesar justru berasal dari transfer pemerintah supradesa pusat, provinsi, kabupaten/kota. Kedudukan kepegawaian perangkat desa serta sistem imbalannya juga tidak jelas karena kedudukan kesatuan masyarakat hukum dan organisasinya yang bersifat ambivalen. BPD Badan Permusyawaratan Desa menjalankan fungsi seperti DPRD, salah satunya adalah bersama-sama Kepala desa menyusun Peraturan Desa. Menurut Pasal 7 ayat 2 UU Nomor 10 Tahun 2004, Peraturan Desa masuk dalam kategori Peraturan Daerah. Tetapi BPD tidak diisi melalui mekanisme pemilihan umum, sehingga kedudukannya juga menjadi ambivalen. BPD sekarang lebih diposisikan sebagai lembaga tempat bermusyawarahnya masyarakat, bukan sebagai lembaga 5 Identifikasi Masalah yang Berkaitan dengan Desa ini dikemukakan oleh Sadu Wastiono dalam “Pokok-Pokok Pikiran untuk Penyempurnaan Pengaturan tentang Desa”. Ayi SumarnaWarga Desa Ciburial Ayahnya Ula, Hasya, Farel, & Merdesa Suaminya Nemi. 533 posts Idealnya, pemilihan dan pengurutan prioritas dari proyek konstruksi dan rehabilitasi jalan desa dilakukan sebelum pemilihan teknologi ditentukan. Secara umum, ada tiga kriteria […] Pedoman Pengelolaan Alokasi Dana Perimbangan Desa di Kabupaten Bandung telah diterbitkan melalui Peraturan Bupati Bandung Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Alokasi Dana […] Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 213 […] Literasi Bukan Sekadar Membaca atau Mengeja, itulah judul tulisan kali ini. Judul tulisan ini juga merupakan judul dari video yang dirilih CiburialTV, […] Permasalahan pemerintah desa menjadi tugas dan tanggung jawab semua komponen kelembagaan pemerintah di Indonesia dan juga masyarakat. Apa saja permasalahan pemerintah desa yang kerap dialami? Permasalahan yang dialami akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan desa tersebut, terutama desa yang tengah berusaha untuk menjadi sebuah desa mandiri. Kita tahu bahwa setiap desa tidak akan pernah lepas dari yang namanya permasalahan. Permasalahan yang dialami bisa datang dari dalam atau yang dinamakan sebagai permasalahan internal. Ada juga masalah desa yang berasal dari luar atau yang disebut sebagai permasalahan eksternal. Permasalahan tersebut harus segera diselesaikan. Jika dibiarkan dan bahkan tidak ada tindakan atau upaya apapun, maka bisa menyebabkan permasalahan yang dialami akan semakin parah. Secara umum, terdapat beberapa permasalahan pemerintah desa yang harus menjadi fokus oleh semua elemen masyarakat. Artinya, yang fokus terhadap masalah ini bukan hanya pemerintah desa saja. Masyarakat juga ikut andil di dalam memberikan masukan dan solusi bersama untuk mengatasi permasalahan yang ada. 1. Aspek keuangan Permasalahan pemerintah desa yang pertama adalah berkaitan dengan keuangan. Perlu dipahami bahwa uang merupakan salah satu hal yang diperlukan untuk pembangunan desa. Meskipun di dalam desa tersebut memiliki SDM atau Sumber Daya Manusia yang unggul, namun jika tidak didukung dengan dana yang baik maka tentunya hal tersebut akan sia-sia. Maka dari itu, aspek keuangan memegang peran penting terhadap keberlangsungan dan kemajuan desa tersebut. Memang uang tidak selamanya harus mengandalkan pemerintah. Masyarakat di sana harus mulai menerapkan pola berpikir kreatif dan inovatif untuk mulai menggali apa saja potensi desa yang bisa digali dan diperkenalkan kepada masyarakat umum. 2. Aspek SDM Sumber Daya Manusia Masalah sumber daya manusia juga merupakan permasalahan pemerintah desa yang juga harus diperhatikan. Meskipun desa tersebut dikarunai oleh beragam sumber daya alam yang melimpah, namun ketika tidak diimbangi oleh SDM yang baik maka bisa saja SDA yang tersedia hanya akan terbengkalai dan rawan dimanfaatkan oleh orang atau pihak asing. Lalu bagaimana solusinya? Solusi yang harus dilakukan adalah dengan melakukan pelatihan. Pemerintah maupun pihak terkait harus mengadakan pelatihan terhadap masyarakat dengan semaksimal mungkin mampu menggali potensi dirinya. Dengan begitu, maka SDM yang dimiliki oleh desa tersebut mampu memanfaatkan SDA yang ada di desa sehingga menjadi pemasukan atau nilai tersendiri yang akan dikenal oleh masyarakat banyak. 3. Aspek Material Perlu dipahami bahwa aspek material ini berkaitan dengan sarana dan juga prasarana yang ada di desa tersebut. Kedua hal ini merupakan komponen yang tak kalah penting di dalam membangun sebuah desa. Desa yang baik harus didukung oleh sarana dan prasarana yang baik karena akan membuat masyarakatnya bisa tinggal dengan aman, nyaman, dan sejahtera. Namun kenyataannya di Indonesia ini sarana dan juga prasarana untuk desa bisa dikatakan cukup memprihatinkan. Bahkan ada beberapa desa yang malah tidak memiliki Kantor Kepala Desa. Berdasarkan poin ketiga ini, desa bisa dikategorikan menjadi beberapa bagian, diantaranya Desa yang memiliki kantor desa dengan kondisi yang baik dan tanah merupakan miliki yang memiliki kantor dengan kondisi baik, namun tanah milik yang memiliki kantor namun kondisi kurang memadai dan tanah merupakan milik yang memiliki kantor namun kondisi kurang memadai dan tanah merupakan milik dengan kondisi kantor rusak, memadai dan tanah milik dengan kantor kondisi rusak, memadai tanah milik dengan kondisi kantor rusak, tidak memadai dan tanah milik dengan kondisi kantor rusak, tidak memadai dan tanah milik pribadi. 4. Aspek Metode Permasalahan pemerintahan desa yang terakhir adalah berkaitan dengan aspek metode. Maksudnya, desa tersebut belum memiliki metode pelaksanaan program yang baik. Bahkan programnya juga banyak yang belum jalan. Beberapa kegiatan tersebut seperti penyusunan APBDesa, rapat BPD, perubahan APBDesa, dan berbagai kegiatan lainnya. Terkait dengan metode ini yang sangat diperlukan adalah pembinaan dari atasan atau pendampingan dari tenaga ahli pendamping desa dan Lembaga lainnya. Demikianlah beberapa permasalahan pemerintah desa yang perlu mendapatkan perhatian oleh semua pihak. [Ev0] Cocoa is a pre-eminent commodity in Central Sulawesi Province. Cocoa farming has not experienced a significant increase in productivity due to lack of technological improvement efforts, limited partnerships resulting in low access of farmers to capital institutions, trading dominated by middlemen and owners of capital, and lack of extension support role in improving the competence, capacity, and interdependence of cocoa farmers to increase productivity and income. Those aspects indicate the importance of research on competence, the capacity of cocoa farmers leading to the interdependence of farmers on a filtering system, competitiveness and partnership as well as increasing the productivity of farmers through increasing farmers’ interdependence. This study aims to 1 identify the level of competence, capacity, and interdependence of cocoa farmers, 2 analyze the factors affecting the competence, capacity, and interdependence of cocoa farmers to produce quality cocoa, 3 analyze the influence of interdependence on farmer productivity cocoa, 4 to determine extension strategies in improving the competence, capacity, and interdependence of cocoa farmers. The research used survey design, was implemented in Central Sulawesi Province as the main center of cocoa production in Indonesia. Location of research were Donggala Regency of North Region, Sigi Regency of West Region, Poso Regency of Central Region and North Morowali Regency of Southeast Region. The research sample was 380 by fulfilling the statistical test requirement using Structural Equation Modeling SEM. In the research, selection of sample using multi-step random sampling. Determination of location and sample is as follows 1 two villages in each selected district are based on several criteria developing and geographically located village close to the district capital and villages far from the district capital, and 2 sample determination in each village using proportional random sampling. The results of this research are first, the competence of farmers is weak due to the weak role of extension, lack of innovation received by farmers and low formal education. The capacity of farmers is weak in organizing and in adapting to the environment due to the low competence of farmers. The interdependence of cocoa farmers in the low categories of good filter system competitiveness and partnership This is due to low capacity and institutional support, thus affecting the low level of farmer interdependence in filter system, competitiveness, and partnership. Second, the level of competence of weak cocoa farmers is influenced by the weakness of 1 intensity factor following nonformal education, 2 the motivation of farming development, 3 role of agriculture extension, and 4 institutional support. The dominant factors influencing the weakness of the cocoa farmers' capacity are 1 the motivation for the development of farming, 2 the traditional attachment, 3 the role of agricultural extension, 4 and the availability of innovation. The low level of interdependence of farmers is influenced by the weakness of 1 the level of formal education, 2 the intensity of nonformal education, 3 the role of agricultural extension, 4 the availability of innovation, 5 institutional support, 6 the competence level of farmers and 7 farmers' capacity level. Third, increasing the interdependence of farmers is a determinant factor in increasing the productivity of cocoa farming in Central Sulawesi Province. The decline in production and quality of dry beans can be overcome by increasing cocoa farmer interdependence. Low farmer interdependence affects the low productivity of tons per hectare per year is under the yield potential of 2 tons per hectare per year and income of Rp. this is below the minimum wage of Central Sulawesi Province of Rp. per month. Fourth, based on the results of the model of farmer interdependence in improving the productivity of cocoa farming, the formulation of strategies to increase interdependence is 1 the strategy of increasing the interdependence of farmers through improving the capacity of farmers and 2 the strategy of increasing the interdependence of farmers through institutional support. The strategies undertaken are a to develop a peasant group plan that is integrated with the extension program; b conducting consultation activities, technical meetings, field workshops and field meetings between farmers, industry and the private sector; c increase the use of compost and organic pesticides by farmers. Providing training by extension workers on how to use organic pesticides and organic fertilizers, and continuous intensive facilitation in order to improve the utilization of environmentally friendly technologies; d enhancing the role of farmer groups as collectors of cocoa beans; e cooperate with industrial and private institutions in the provision of adequate production, marketing and processing facilities for farmers; f develops the principal actors institutions as a concrete manifestation of the Law No. 16 of 2006 on Agricultural Extension System, Fisheries and Forestry in accordance with Article 19 paragraph 2, 3 and 4 that is the principal actors institution has a function as a forum for learning process, units of facilities and production facilities, production units, processing and marketing units, and supporting service units; g capacity and number of competent trainers on cocoa plants; h cooperate with credit guarantor for farmers. Cooperation undertaken in order to provide convenience for farmers in accessing capital so that farmers are able to provide the needs of production facilities to improve the quality of cocoa beans; i drafting regulations that support the development of cocoa farmer interdependence; j to assist the processing of dry cocoa beans into ready-to-eat products. Jakarta - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar membeberkan tantangan yang dihadapi dalam proses Desa Membangun Indonesia. Setidaknya ada tiga tantangan yang harus tantangan itu adalah desa belum menjadi daya tarik bagi penduduk, kemudian tingginya urbanisasi karena minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan di desa dan masih tingginya jumlah keluarga petani miskin di desa. Marwan menjelaskan, desa belum menjadi daya tarik bagi penduduk bisa ditelisik dengan melihat data bahwa pada tahun 2010, 52,03 persen penduduk tinggal di perkotaan dan 48 persen penduduk tinggal di pedesaan. Jika kecenderungan ini terus terjadi, diprediksi dalam 5 dekade 1970-2020 penduduk perkotaan bertambah enam kali lipat. Sebaliknya penduduk pedesaan berkurang tiga kali lipat. "Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan menunjukkan bahwa kota masih menjadi wilayah yang sangat menarik bagi sebagian besar penduduk di Indonesia. Kondisi desa yang masih memiliki keterbatasan dalam menyediakan lapangan kerja dan keterbatasan sarana dan prasarana menjadikan masyarakat desa berbondong-bondong menuju ke kota," ujar Marwan dalam Seminar Nasional UIN Syarif Hidayatullah seperti dikutip dalam siaran pers, 21/10/2015.Tantangan desa kedua adalah tingginya urbanisasi karena minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan di desa. Tingkat Pertumbuhan penduduk perkotaan sebesar 2,18 persen per tahun lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata nasional sebesar 1 persen per tahun. Sedangkan pertumbuhan penduduk di pedesaan menurun sebesar 0,64 persen per tahun. Hal ini menunjukan bahwa kecenderungan masyarakat ingin bekerja diperkotaan dibandingkan diperdesaan karena lapangan kerja di perdesaan tantangan ketiga adalah tingginya jumlah keluarga petani miskin di desa bisa ditelisik dengan data bahwa jumlah keluarga petani miskin secara nasional sebanyak KK. Yang paling tinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat dengan Jumlah keluarga. Sedangkan untuk keluarga miskin yang paling sedikit adalah di Provinsi Papua Barat sebanyak keluarga. Melihat tantangan ini, maka Marwan Jafar terus memacu kerja desa untuk mempercepat pembangunan di segala bidang. Konsep Desa Membangun menjadi kata kunci karena pembangunan harus melibatkan seluruh masyarakat Indonesia, terutama masyarakat di kampung-kampung."Masa depan Indonesia ada di desa. Ini bisa dilihat secara nyata karena desa memegang prospek besar bagi perwujudan kedaulatan pangan dan energi nasional di masa depan," menambahkan, menempatkan desa sebagai sumbu utama kedaulatan pangan dan energi bukanlah sesuatu yang berlebihan, karena desa merupakan penyedia utama sumber-sumber pokok pangan nasional."Makanya, dana desa itu kita arahkan untuk membongkar keterbelakangan desa dalam hal infrastruktur yang selama ini menghambat proses desa membangun. Ini penting karena pembangunan itu basisnya dari bawah. Jika desa maju, maka daerah kabupaten akan maju, kemudian provinsi akan maju, dan Indonesia secara keseluruhan akan maju secara merata," ucap Marwan. ega/elz

10 permasalahan di desa dan solusinya